Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Pemerintah Pastikan Sekolah Rakyat Bukan Pendidikan Bergaya Militer

JAKARTA - Wakil Menteri Sosial Agus Jabo Priyono menegaskan, Sekolah Rakyat bukanlah lembaga pendidikan bergaya militer. Melainkan lembaga pendidikan karakter dan kedisiplinan yang dirancang untuk menjangkau anak-anak dari keluarga tidak mampu.

"Pendidikan militer tidak ada di sini. Ini pendidikan karakter, bukan pendidikan bergaya militer," kata Agus seusai menutup kegiatan retret Kepala Sekolah Rakyat tahap pertama di Markas Resimen Arhanud 1/Faletehan, Jakarta, Jumat (20/6).

Ia menjelaskan, penggunaan fasilitas militer dalam kegiatan retret semata karena kesesuaian dalam membentuk kedisiplinan dan tanggung jawab para calon kepala sekolah. Oleh karena itu, kerja sama dengan pihak militer dilakukan untuk mendukung pembentukan karakter yang kuat, bukan untuk menerapkan doktrin militer.

“Memang yang punya kesatuan, kedisiplinan, dan kebutuhan tentara, ya kita berkolaborasi. Tetapi kalau disebut ini pendidikan militaris, saya klarifikasi itu tidak benar,” ujarnya.

Retret Kepala Sekolah Rakyat tahap pertama berlangsung sejak 16 - 20 Juni 2025 dan diikuti oleh 53 peserta, dengan satu di antaranya absen karena sedang menunaikan ibadah haji.

Materi yang diberikan selama kegiatan meliputi pengenalan konsep Sekolah Rakyat, penguatan karakter, serta pelatihan kedisiplinan. Kegiatan retret ini dilaksanakan di dua lokasi, yakni Balai Diklat Kementerian Sosial dan kompleks Resimen Arhanud 1/Faletehan Kodam Jaya.

Dalam kesempata itu, Wamensos menyampaikan apresiasi kepada pihak TNI, dan sejumlah mitra lainnya yang telah mendukung pelaksanaan kegiatan tersebut. Dia berharap karakter kepala sekolah yang akan memimpin Sekolah Rakyat, harus mengedepankan empati dan keberpihakan kepada anak-anak dari kelompok rentan setelah mengikuti retret di barak militer.

“Para kepala sekolah ini adalah agen perubahan. Mereka akan berhadapan langsung dengan anak-anak yang mungkin mengalami trauma atau tekanan sosial di masa lalu. Maka mereka harus berjiwa besar, penuh empati, dan mampu menjadi pembimbing,” ujar Agus.

Berbasis Karakter
Sekadar informasi, Kementerian Sosial saat ini tengah mematangkan konsep Sekolah Rakyat berasrama sebagai lembaga pendidikan berbasis karakter, gizi, dan interaksi sosial yang menyeluruh selama 24 jam untuk anak-anak dari keluarga kurang mampu.

Agus Jabo menjelaskan, sistem pendidikan di Sekolah Rakyat menggabungkan kegiatan belajar formal dengan pendidikan karakter, keterampilan hidup, dan pendampingan psikososial secara intensif.

“Sekolah Rakyat ini 24 jam. Ada pamong, ada wali asuh, dan semua elemen berperan. Jadi bukan hanya memberi ilmu, tetapi juga membangun kepercayaan diri, memperbaiki gizi, dan menyembuhkan luka-luka batin,” serunya.

Ia menyebutkan, nantinya kegiatan belajar di Sekolah Rakyat ini akan berlangsung pada pagi hingga siang hari, dengan kurikulum formal. Sementara sore hingga malam diisi dengan kegiatan ekstrakurikuler dan pembinaan karakter yang terstruktur.

Sistem pendidikan tersebut akan dikembangkan oleh Kementerian Sosial, Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah, juga tim Formatur Program Sekolah Rakyat. Hal ini dilakukan dengan pendekatan inklusif dan responsif terhadap latar belakang anak-anak yang selama ini mengalami keterbatasan akses pendidikan.

“Para siswa nanti berasal dari keluarga miskin, latar belakang mereka penuh tantangan. Maka kepala sekolah harus siap mendengar, memahami, dan menyelesaikan persoalan-persoalan itu,” ujarnya.

Agus menambahkan, pendidikan di Sekolah Rakyat akan berfokus pada tiga hal utama, yaitu ilmu pengetahuan, pembentukan karakter kebangsaan, keagamaan, dan sosial, serta keterampilan hidup. Untuk itu, para guru juga akan mengikuti program retret khusus seperti para kepala sekolah.

Konsep ini menurut Wamensos, tidak hanya bertujuan memutus rantai kemiskinan, tetapi juga membangun manusia Indonesia yang utuh seperti berpendidikan, berkarakter, dan mampu mandiri dalam menghadapi masa depan.

"Kita akan berkolaborasi dengan siapa pun yang memiliki kapasitas untuk membantu mempersiapkan calon kepala sekolah dan guru. Guru-guru juga akan kami bekali dengan pelatihan karakter,” katanya.

Seleksi Kompetensi Guru
Asal tahu saja, sebanyak 3.622 calon guru Sekolah Rakyat dari berbagai latar belakang Pendidikan, siap mengikuti tahapan seleksi kompetensi tambahan sebagai bagian dari upaya Kementerian Sosial memperkuat pendidikan alternatif bagi kelompok rentan.

Agus menjelaskan, proses seleksi guru Sekolah Rakyat ditargetkan tuntas pada akhir Juni 2025, bersamaan dengan penyelesaian tahap pertama penetapan Kepala Sekolah Rakyat.

“Pokoknya Juni itu sudah selesai. Kepala sekolah tahap pertama sudah selesai, sebanyak 100 orang. Guru-gurunya kita harapkan juga sudah selesai,” kata Agus menjawab pertanyaan pewarta seusai menutup Retret Kepala Sekolah Rakyat di Markas Resimen Arhanud 1/Faletehan, Jakarta, Jumat.

Ia menambahkan setelah seluruh tahapan seleksi guru rampung, Kementerian Sosial akan kembali menggelar retret sebagai bagian dari pembekalan nilai dan strategi pendidikan partisipatif yang berkelanjutan.“Setelah itu kita akan melakukan retret kembali, seperti yang dilakukan pada tanggal 16 sampai 20 Juni ini,” ujarnya.

Informasi resmi mengenai tahapan seleksi kompetensi tambahan diumumkan melalui surat pengantar yang diunggah di laman https://kemensos.go.id dan https://sekolahrakyat.kemensos.go.id.

Dalam kesempatan terpisah, Sekretaris Jenderal Kemensos Robben Rico menambahkan, para peserta yang lolos seleksi administrasi dapat mengecek status kelanjutan mereka dengan masuk ke akun masing-masing di laman https://sscasn.bkn.go.id.

“Daftar nama peserta yang dapat mengikuti seleksi tambahan sudah tersedia di akun SSCASN masing-masing. Mereka diharapkan mempersiapkan diri sebaik mungkin,” kata Robben.

Para calon guru berasal dari berbagai bidang pendidikan, antara lain Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), bahasa Indonesia, bahasa Inggris, Pendidikan Jasmani dan Olahraga (Penjasorkes), serta Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).

Sebagai informasi, Sekolah Rakyat merupakan program pendidikan berbasis asrama yang digagas Kementerian Sosial era Pemerintahan Kabinet Merah Putih untuk menjangkau anak-anak dari keluarga miskin dan terpinggirkan, dengan pendekatan pengajaran yang penuh empati, kasih sayang, dan pendampingan psikososial.

Sementara itu, Calon Kepala Sekolah Rakyat dari Kota Jayapura, Papua, Janet Berotabui menyatakan, pendekatan berbasis budaya lokal penting dimasukkan ke dalam sistem pendidikan sekolah khusus yang rencananya dimulai serentak nasional pada Juli 2025, termasuk Papua.

“Di Papua, untuk membuka komunikasi, kami biasa menggunakan pinang misalnya. Itu bagian dari tradisi. Anak-anak akan membuka hati, kalau kita gunakan cara yang mereka pahami. Bukan gaya formal sepenuhnya,” kata Janet, Jumat.

Menurut dia, pendidikan di Sekolah Rakyat bukan hanya menyampaikan ilmu, tetapi membangun kepercayaan dan pemulihan emosi. Oleh karena itu, proses belajar yang menyeluruh hanya dapat dilakukan jika pendekatan yang digunakan relevan dengan latar budaya siswa.

Untuk itu pula, dia berharap segera menerima daftar nama siswa yang akan didampinginya agar dapat mulai membangun komunikasi awal dan merancang pola interaksi yang tepat.

“Saya belum tahu siapa anak-anak saya nanti. Tapi saya ingin segera duduk bersama mereka, ajak mereka cerita. Saya tidak bisa hanya ikut petunjuk teknis yang paten. Ini anak-anak yang spesial, kita harus kaitkan dengan kearifan lokal,” tuturnya.

Janet merupakan Kepala Sekolah SMA Negeri 3 Jayapura yang merupakan salah satu sekolah unggulan di Provinsi Papua. Dia kemudian disiapkan sebagai calon Kepala Sekolah Rakyat setelah dinyatakan lolos pada tahap seleksi pada bulan Mei lalu.

Berbekal pengalaman itu, ia menyakini pelayanan kasih dengan penuh empati dan sentuhan emosional, menjadi sangat penting ketimbang hanya mengacu pada aturan-aturan yang disiapkan dalam sistem pendidikan Sekolah Rakyat, terlebih para peserta didik nantinya adalah anak-anak rentan dengan latar belakang sosial keluarga berbeda.

"Anak-anak ini harus kita sentuh dengan pelayanan kasih. Kita dekati mereka bukan hanya dengan aturan, tapi dengan empati, dengan sentuhan emosional, apalagi banyak dari mereka mungkin tak punya orang tua atau datang dari keluarga yang tidak utuh,” ujarnya.

 

Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.