JAKARTA - Komisi III DPR RI merekomendasikan mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI) dan pihak Taman Safari Indonesia menyelesaikan polemik secara kekeluargaan dalam kurun waktu waktu tujuh hari terkait kasus dugaan kekerasan yang dialami para mantan pemain sirkus.
"Kasih waktu kalau tujuh hari, kalau tidak diberikan ruang yang baik, bapak laporkan lagi (ke kepolisian), nanti kami yang pantau urusannya," kata Wakil Ketua Komisi III DPR RI Ahmad Sahroni di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (21/4).
Hal itu disampaikannya di penghujung rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI bersama mantan pemain sirkus OCI, Taman Safari Indonesia, dan Direktur Reserse Kriminal Umum (Dirreskrimum) Polda Jawa Barat Kombes Polisi Surawan. Dia menyarankan agar kedua belah pihak duduk bersama untuk menyelesaikan polemik tersebut secara damai terlebih dahulu.
"Kalau kita kulitin ini urusan enggak akan selesai. Hanya bisa diselesaikan para pihak duduk sama sama dengan kepala dingin," ujarnya.
Sebab, kata dia, kasus tersebut telah kadaluarsa berdasarkan laporan yang pernah diajukan para korban tahun 1997 dan telah Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) oleh kepolisian pada tahun 1999.
"Kalau lewat penegakan hukum pasti enggak akan pernah ketemu apa pun ,karena kondisinya pasti kadaluarsa. Tapi di sini kita jangan mentang-mentang 'Wah, sudah kadaluwarsa', jadi enggak bisa," ucapnya.
Dia meminta pihak Dirreskrimum Polda Jawa Barat mampu menjadi penengah kedua belah pihak, dalam menyelesaikan polemik secara kekeluargaan tersebut.
"Lebih baik duduk sama-sama disaksikan oleh Pak Dirreskrimum Polda Jawa Barat mana yang baik, mana yang salah, mana yang kurang, mana yang oke, didudukan sama-sama pertemukan perwakilan (kedua belah pihak)," tuturnya.
Namun, dia mempersilakan apabila dalam tenggat waktu satu pekan tersebut polemik di antara mantan pemain sirkus OCI dan pihak Taman Safari Indonesia belum selesai maka dapat diproses secara hukum"Kalau seminggu enggak selesai, sudah datang lagi ke sini, baru kita laporkan ke Polda mana yang benar mana yang salah, nanti baru berlanjut prosesnya," katanya.
Sementara itu, kuasa hukum eks pemain sirkus OCI Muhammad Sholeh menyangsikan komitmen dari pihak Taman Safari Indonesia untuk menyelesaikan polemik tersebut secara kekeluargaan.
"Kalau ada iktikad baik dari OCI maupun Taman Safari kami akan terima, tetapi kalau dilihat dari sambutan jawaban di media kok menurut saya kecil untuk bisa (selesai secara kekeluargaan) sebab mereka juga sangat tersakiti karena jawabannya tidak mengakui," ujar Sholeh dalam rapat.
Sementara itu, salah satu pendiri Taman Safari Indoensia Jansen Manansang merasa dirugikan dengan pemberitaan terkait dugaan kekerasan dan eksploitasi terhadap mantan pemain sirkus OCI yang belum terbukti kebenarannya.
"Kami minta Komisi III ada keadilan buat kami. Kami juga punya karyawan sekarang ribuan pak, ada 5.000-an, kalau satu keluarga ada 4-5 orang ada, 20.000-an yang perusahaan tanggung jawab, tentu kami juga kasihan mereka semuanya," kata Jansen Manansang yang tak lain anak dari pendiri OCI, Hadi Manansang, yang telah meninggal dunia.
Keluarga Manansang
Di sisi lain, Kuasa Hukum mantan pemain sirkus kelompok Oriental Circus Indonesia (OCI) Heppy Sebayang menjelaskan alasan pihaknya menyurati keluarga besar pendiri Taman Safari Indonesia.
Dia menyebut hal itu lantaran pendiri OCI Hadi Manansang telah meninggal dunia, adapun OCI di kemudian hari menjadi cikal bakal berdirinya Taman Safari Indonesia.
"Seingat kami, kami pernah menyurati keluarga besar Pak Hadi Manansang, kenapa keluarga besar Pak Hadi Manansang? Karena kami paham Pak Hadi sudah meninggal," kata Heppy saat rapat dengar pendapat Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin.
Untuk itu, dia mengatakan pihaknya akhirnya mengirimkan surat kepada tiga anak dari Hadi Manansang, yakni Jansen Manansang, Frans Manansang, dan Tony Sumampouw.
"Saya paham Taman Safari, tapi saya paham, ini bukannya ranahnya ke sana, yang bertanggung jawab sebetulnya Oriental Circus Indonesia, tapi Pak Hadi Manansang sudah almarhum," ucapnya.
Dia lantas memaparkan, isi surat yang ditujukan kepada keluarga besar Hadi Manansang tersebut pada intinya berisi belum dilaksanakannya rekomendasi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) terhadap para terduga korban.
"Sesuai dengan rekomendasi Komnas HAM bahwa ada temuan pelanggaran HAM, bentuk pelanggarannya ini, ini, ini. Bentuk rekomendasinya ini, ini, ini, dan menurut sepemahaman kami itu belum pernah dilaksanakan rekomendasi itu sampai hari ini," jelasnya.
Untuk itu, dia memohon dalam surat tersebut bertemu dengan pendiri Taman Safari Indonesia yang tak lain anak dari pendiri OCI, untuk membicarakan kasus dugaan kekerasan dan eksploitasi tersebut secara kekeluargaan.
"Kami mohon untuk bertemu dengan bapak sekalian untuk membicarakan ini secara kekeluargaan, kira-kira intinya begitu," ujarnya.
Dalam rapat tersebut, rekomendasi Komnas HAM tahun 1997 yang disertakan dalam surat tersebut kemudian ditampilkan di dalam layar.
Rekomendasi itu di antaranya, untuk menjernihkan asal usul anak-anak pemain sirkus yang belum jelas asal usulnya, OCI bekerja sama dengan Komnas HAM akan melakukan publikasi dan langkah-langkah yang diperlukan.
Kemudian, praktik latihan terhadap anak-anak atlet sirkus yang disertai dengan tindakan-tindakan disiplin yang keras, hendaknya dijaga jangan sampai menjurus ke arah penyiksaan, baik mental maupun psikis.
Selanjutnya, pelbagai sengketa yang masih ada antara OCI dengan anak-anak atlet sirkus/eks atlet sirkus hendaknya diselesaikan secara kekeluargaan. Muhammad Soleh menambahkan, surat tersebut dilayangkan sekitar tahun 2023.
Sholeh pun meminta kasus dugaan eksploitasi dan kekerasan yang dialami kliennya diselesaikan menggunakan Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia.
"Sekali lagi, kami berharap ada keadilan di sini, ada peluang Undang-Undang HAM digunakan, Undang-Undang Pengadilan HAM digunakan, supaya sejarah kelam ini bisa mendapatkan keadilan," kata Sholeh.