JAKARTA - Papua Barat kembali membuktikan dirinya sebagai salah satu wilayah dengan kekayaan hayati tertinggi di dunia. Tim peneliti dari Fakultas Biologi Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengidentifikasi tujuh spesies baru lobster air tawar dari genus Cherax yang berasal dari daerah terpencil di Papua Barat. Temuan ini dipublikasikan dalam jurnal ilmiah internasional Arthropoda (Q2) pada 6 Juni 2025.
Penelitian ini merupakan kolaborasi antara UGM, peneliti independen dari Jerman, dan lembaga riset di Berlin. Dengan menggabungkan pendekatan morfologi dan analisis DNA mitokondria (gen 16S dan COI), tim berhasil memastikan status taksonomi ketujuh spesies sebagai entitas biologis yang berbeda, demikian dilansir dari laman resmi situs UGM.
7 Spesies Baru Lobster Air Tawar yang Ditemukan Peneliti UGM
Berikut penjelasan singkat masing-masing spesies baru:
-
Cherax veritas
Lobster ini ditemukan di kawasan Misool, dan memiliki ciri morfologi unik dengan warna kebiruan dan chelae (capit) simetris. Nama "veritas" berasal dari bahasa Latin yang berarti “kebenaran”, mencerminkan pentingnya validasi ilmiah dalam identifikasi spesies. -
Cherax arguni
Ditemukan di wilayah Arguni, spesies ini memiliki tubuh dominan biru gelap dengan garis-garis krem yang mencolok serta bercak putih transparan pada capit. Berdasarkan analisis genetik, Cherax arguni merupakan kerabat dekat dari Cherax bomberai, namun dengan perbedaan genetik hingga 11%. -
Cherax kaimana
Lobster ini dinamai dari lokasi penemuannya, yaitu Kabupaten Kaimana. Warna tubuhnya cenderung keungu-unguan dengan capit besar yang membulat. Spesies ini menarik perhatian karena sempat populer di pasar akuarium internasional dengan nama dagang “Cherax sp. Amethyst”. -
Cherax nigli
Diberi nama untuk menghormati seorang peneliti yang berjasa dalam eksplorasi biodiversitas air tawar. Spesies ini memiliki ciri khas tubuh berwarna hijau tua kehitaman dan garis kemerahan di bagian bawah capit. -
Cherax bomberai
Spesies ini dinamai berdasarkan wilayah Semenanjung Bomberai. Secara genetik, ia menunjukkan hubungan dekat dengan C. arguni, tetapi berbeda secara morfologis. Warna tubuhnya hijau zamrud dengan aksen jingga pada ujung kaki dan capit. -
Cherax farhadii
Nama spesies ini merupakan penghormatan kepada ilmuwan biologi molekuler ternama, Dr. Farhadi. Warna dominannya biru terang dengan capit sempit memanjang. Habitat aslinya berasal dari aliran sungai kecil di Fakfak yang masih alami. -
Cherax doberai
Merujuk pada ekosistem Teluk Doberai, spesies ini mudah dikenali dari tubuh kuning-oranye yang jarang ditemukan pada jenis Cherax lainnya. Termasuk spesies endemik yang baru ditemukan di satu titik lokasi saja.
Bermula dari Pasar Akuarium
Menariknya, sebagian besar spesimen awal yang diteliti berasal dari perdagangan lobster hias internasional. Sebelum teridentifikasi secara ilmiah, lobster-lobster ini beredar dengan nama seperti “Red Cheek”, “Peacock”, atau “Amethyst”. Fakta ini menunjukkan bahwa kerja sama antara ilmuwan dan komunitas penghobi hewan hias dapat membuka peluang penting dalam riset keanekaragaman hayati.
Pusat Evolusi Genus Cherax
Ketujuh spesies baru ini memperluas jumlah spesies Cherax bagian utara dari 28 menjadi 35. Wilayah Papua Barat kini diakui sebagai pusat evolusi penting bagi genus ini, berbeda dari Cherax yang ditemukan di Australia atau Papua Nugini. Riset menggunakan metode Bayesian dan Maximum Likelihood dalam analisis DNA menegaskan bahwa perbedaan genetik yang signifikan telah terjadi akibat isolasi evolusioner.
Konservasi Jadi Prioritas
Rury Eprilurahman, peneliti UGM yang terlibat langsung dalam studi ini, menekankan pentingnya konservasi habitat alami spesies air tawar. Sebagian besar dari mereka ditemukan di sungai kecil yang belum banyak dipetakan secara ekologis, sehingga rentan terhadap kerusakan lingkungan. Lokasi pasti temuan sengaja dirahasiakan untuk mencegah eksploitasi liar.