JAKARTA - Anggota Komisi III DPR RI Bambang Soesatyo atau Bamsoet mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset tinggal menunggu keputusan politik dari masing-masing partai di parlemen.
“Ketika Pemerintah sebagai salah satu yang diberi kewenangan membuat hukum sudah menyampaikan kepada parlemen, maka tinggal menunggu keputusan politik dari partai-partai politik yang ada di parlemen. Jadi kita tinggal tunggu saja,” kata Bamsoet saat ditemui di Jakarta, Kamis (17/4).
Namun begitu, Bamsoet yang juga Wakil Ketua Umum Partai Golkar ini belum bisa memastikan sikap politik dari partainya. Menurut dia, hal itu merupakan kebijakan dari ketua umum partai.
“Begitu juga dengan partai yang lain,” tambahnya.
Sekretaris Jenderal DPP Partai Golkar Muhammad Sarmuji memastikan partainya akan membuka pintu jika ada diskusi dari pemerintah mengenai rencana pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset.
Menurut dia, partai berlambang pohon beringin itu terbuka untuk berdiskusi terkait apapun, termasuk hal yang terkait dengan rancangan undang-undang tersebut.
"Kalau memang ada ajakan berdiskusi, pasti kita ikut dalam diskusi," kata Sarmuji saat ditemui di acara Halal Bihalal Partai Golkar, di Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan, sejauh ini Partai Golkar pun belum membahas ide terkait RUU Perampasan Aset, sehingga belum ada keputusan setuju atau tidak setuju. Menurut dia, ide awal terkait RUU tersebut perlu didiskusikan terlebih dahulu.
"Kita belum membahas idenya, untuk bisa mengatakan setuju dan tidak setuju," kata Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI itu.
Senada, Sekretaris Jenderal DPP Partai Demokrat Herman Khaeron memastikan partainya akan bersikap terbuka untuk mendiskusikan Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset. Menurut dia, Demokrat akan terbuka membahas suatu undang-undang demi kepentingan bangsa dan negara.
"Kami welcome saja untuk membahas sesuatu untuk kepentingan bangsa negara ya, tentu Demokrat terbuka," kata Herman di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Dia menilai, pembahasan RUU tersebut akan tergantung kepada kesepakatan pemerintah dan Badan Legislasi DPR RI, untuk bisa masuk ke dalam prioritas. Sehingga, dia pun menunggu mekanisme masuknya RUU tersebut di DPR.
"Kalau kami kan menunggu itu masuk ke dalam skala prioritas atau tidak, itu tergantung keputusan pemerintah dan Badan Legislasi," tuturnya.
Dia juga mengatakan, pandangan Partai Demokrat terhadap RUU tersebut akan berdasarkan kepada keputusan kolektif. Menurut dia, Fraksi Partai Demokrat DPR RI baru akan memberikan pandangan jika RUU itu sudah muncul di DPR.
"Tergantung kepada apakah masuk dalam skala prioritas, gitu. Kalau masuk dalam skala UU prioritas tahun 2025, ya tentu akan dibahas (di internal partai)," katanya.
Komunikasi Serius
Sebelumnya (15/4), Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas mengatakan, RUU tentang Perampasan Aset hanya tinggal memerlukan komunikasi serius dengan partai politik.
"Ini menyangkut soal politik. Ini perlu komunikasi yang sungguh-sungguh dengan seluruh kekuatan-kekuatan politik, dalam hal ini partai-partai politik, untuk dilakukan," kata Supratman saat konferensi pers di kantornya, Jakarta, Selasa (15/4).
Menurut dia, Pemerintah akan melakukan komunikasi tersebut. Terlebih, Pemerintah sempat mengajukan RUU Perampasan Aset pada periode pemerintahan presiden ketujuh RI Joko Widodo.
Ia menyebut sikap pemerintahan Presiden RI Prabowo Subianto mengenai RUU tersebut tidak berubah. Dia pun menyebut Presiden Prabowo menaruh atensi terhadap RUU Perampasan Aset.
"Dan ini (RUU Perampasan Aset) lagi dibahas di antara kementerian dan lembaga. Nanti pada waktunya itu akan diajukan kembali," imbuhnya.
Sebelum diajukan kembali ke parlemen, kata dia, Pemerintah memandang perlu kesepakatan awal dengan kekuatan politik terkait dengan RUU yang mengatur pemiskinan terhadap koruptor itu.
"Bagi Pemerintah, yang paling penting adalah memastikan sebelum kami ajukan ke parlemen, ini ada kesepakatan lebih awal. Jadi, ini soal politik saja, ya, soal politik," ucapnya.