JAKARTA - PT Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat nilai transaksi Repurchase Agreement (Repo) Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) mencapai senilai Rp100,85 triliun, pada tiga bulan pertama sejak diluncurkan pada 10 Maret 2025. Sampai 28 Mei 2025, rata-rata transaksi harian Repo di SPPA mencapai Rp2,86 triliun.
Direktur Pengembangan BEI Jeffrey Hendrik di Jakarta, Selasa (17/6) mengatakan, capaian ini menunjukkan antusiasme tinggi pelaku pasar terhadap fitur transaksi Repo. Hal ini juga menandakan SPPA kembali memperkuat posisinya sebagai sentral ekosistem perdagangan surat utang di pasar sekunder Indonesia.
"Peluncuran fitur transaksi Repo ini merupakan bagian dari roadmap pengembangan platform perdagangan Surat Utang milik Indonesia yang diinisiasi dan dikelola oleh BEI," ujar Jeffrey.
Ia menjelaskan, SPPA dirancang untuk menjawab kebutuhan pelaku pasar di Indonesia, dengan berorientasi pada kemudahan, integrasi, efisiensi, serta kenyamanan pengguna jasa.
“Kami bertekad menjadikan SPPA sebagai sentral ekosistem transaksi Surat Utang di pasar sekunder Indonesia yang dapat berperan signifikan dalam peningkatan likuiditas dan efisiensi pasar,” cetus Jeffrey.
Ia melanjutkan, salah satu strategi yang dilakukan yaitu mengupayakan agar SPPA dapat berperan sebagai salah satu bagian dari ekosistem infrastruktur pasar keuangan. Terutama untuk mendukung pemerintah dalam membangun pasar uang yang modern dalam rangka sinergi pembiayaan ekonomi.
Pada kuartal I-2025, SPPA telah menyediakan layanan transaksi Repo dengan menggunakan underlying Surat Utang. Sebagai informasi, nilai transaksi yang dicapai itu dibukukan oleh 12 pengguna jasa yang telah memiliki akun transaksi Repo di SPPA dari total 39 pengguna jasa yang sudah memiliki akun transaksi jual beli putus (outright).
Jeffrey mengatakan, nilai transaksi itu memiliki potensi yang lebih besar lagi ke depan, mengingat partisipasi yang cukup luas di pasar repo mulai dari bank, Bank Pembangunan Daerah (BPD), sekuritas, dan lainnya.
“Salah satu prioritas kami saat ini untuk mendorong pencapaian nilai transaksi Repo Surat Utang di SPPA adalah dengan memperluas penggunaan SPPA sebagai platform utama untuk melakukan berbagai macam transaksi terkait Surat Utang di Indonesia,” imbuhnya.
Lebih lanjut, BEI juga berfokus terhadap perluasan secara horizontal dengan terus mendorong semakin banyak pelaku pasar yang dapat menggunakan SPPA.
Kehadiran fitur transaksi Repo Surat Utang yang mumpuni di SPPA, menurutnya, akan menjadikan SPPA sebagai pool of liquidity untuk pasar keuangan Indonesia. "Selain fitur transaksi yang lengkap dengan menggunakan teknologi terkini, proses pembentukan harga pasar juga dilakukan dengan wajar, teratur, dan efisien," lanjut Jeffrey.
SPPA Repo juga menghadirkan metode perhitungan nilai settlement beragam yang dapat mengakomodasi kebutuhan pelaku pasar (metoda ICMA dan Bank Indonesia). Selain itu, mekanisme perdagangan dan pelaporan dirancang dengan menggunakan konsep straight through processing (STP), yang memungkinkan efisiensi proses post trade (pasca) transaksi Repo dalam 1 (satu) sistem yang sama.
Dengan terus berinovasi dan memberikan solusi transaksi yang efektif dan efisien, BEI berharap SPPA dapat menjadi pilihan terbaik bagi para pelaku pasar yang mendambakan proses transaksi Surat Utang dan Repo yang terintegrasi, efektif, dan efisien.
Target Rp200 Triliun
Sekadar mengingatkan, BEI SPPA Repo, untuk melengkapi layanan SPPAfixed income cash out trade yang sudah ada saat ini, Senin (10/3) lalu. Dengan peluncuran ini, BEI menargetkan nilai transaksi SPPA mencapai minimal Rp200 triliun pada 2025, yang dihimpun dari transaksi SPPA Repo maupun SPPA fixed income cash out trade.
“Target transaksi khususnya di SPPA pada tahun ini, kami menargetkan nilai transaksi Rp200 triliun minimal untuk tahun ini, termasuk dari Repo dan juga fixed income cash out trade,” ujar Kepala Divisi Pengembangan Bisnis 1 BEI Firza Rizqi Putra.
Sampai Februari 2025, ia mengungkapkan nilai transaksi keseluruhan SPPA telah mencapai Rp48 triliun atau berada di kisaran Rp1,5 triliun rata-rata per hari. “Data perdagangan SPPA hingga Februari 2025 sudah mencapai Rp48 triliun. Jadi, transaksi yang mungkin sekitar Rp1,5 triliun on a daily average basis,” ujar Firza.
Sepanjang tahun 2024, nilai transaksi SPPA telah mencapai Rp246,1 triliun, atau meningkat sebesar 76 persen year on year (yoy) dibandingkan tahun 2023. “Untuk (SPPA) cash out trade tahun lalu kami Rp246 triliun. Kami belum punya transaksi ke Repo di tahun lalu. Kami harapkan untuk combine transaksi (SPPA) cash out trade dan Repo minimal Rp200 triliun di SPPA pada tahun ini,” ujar Firza.
Transaksi Repo merupakan transaksi dalam bentuk kontrak jual atau beli efek, dengan janji beli atau jual kembali pada waktu dan harga yang telah ditetapkan. Jenis transaksi Repo yang dapat dilakukan di SPPA untuk saat ini adalah Repo dengan menggunakan underlying surat utang, khususnya Surat Utang Negara (SUN).
Peluncuran SPPA ini mengacu pada Surat Keputusan (SK) Direksi Nomor 0001/BEI/ 03/2025 tentang Perubahan Peraturan Perdagangan Efek melalui Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA) dan SK Direksi Nomor 0002, tentang Perubahan Pengguna Jasa Sistem Penyelenggara Pasar Alternatif (SPPA).
Ia menjelaskan, peluncuran SPPA Repo berada pada momen yang tepat, saat SPPA sedang memiliki market share yang cukup besar yaitu 16%. Selain itu, juga semakin banyaknya pengguna jasa, di antaranya bank pembangunan daerah (BPD) dan sekuritas yang memanfaatkan SPPA seiring adanya fitur Repo.
“Dan juga inline dengan fokus dari otoritas sektor keuangan, baik Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) yang akan fokus terhadap collateral funding,” ujar Firza.
Dalam area transaksi Repo, ke depan, pihaknya ingin mengajak pihak-pihak yang lain untuk dapat masuk bersama-sama menjadikan SPPA sebagai platform. “Kami akan fokus pada tahun ini penambahan pengguna jasa SPPA dari sisi BPD, sehingga seluruh pihak di pelaku pasar baik BPD, sekuritas, dan money broker bisa mempunyai common platform yang digunakan bersama-sama untuk meningkatkan efisiensi transaksi di pasar surat utang,” tutur Firza.