Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

Hakim Heru Pemberi Vonis Bebas Ronald Tannur Divonis 10 Tahun Penjara

JAKARTA- Heru Hanindyo, Hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya pemberi "vonis bebas" terpidana pembunuhan, Ronald Tannur, divonis 10 tahun penjara. Ia terkait kasus dugaan suap dan gratifikasi atas pemberian "vonis bebas" kepada terpidana pembunuhan Ronald Tannur pada tahun 2024.

Hakim Ketua Teguh Santoso menyatakan, Heru telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara bersama-sama dengan menerima suap dan gratifikasi.

"Terdakwa juga dijatuhkan pidana denda sebesar Rp500 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar, maka diganti (subsider) dengan pidana kurungan selama tiga bulan," ucap Hakim Ketua dalam sidang pembacaan putusan majelis hakim di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis.

Atas perbuatannya, Heru dinyatakan melanggar Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 12B junctoPasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan pertama alternatif kedua dan dakwaan kumulatif kedua.

Sebelum menjatuhkan vonis terhadap Heru, Majelis Hakim mempertimbangkan beberapa hal memberatkan dan meringankan. Hal memberatkan tersebut, yaitu perbuatan Heru tidak mendukung program pemerintah dalam rangka penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) serta melanggar sumpah jabatan sebagai hakim.

Selain itu, sikap Heru, yang tidak menyadari kesalahannya, juga menjadi hal memberatkan yang dipertimbangkan Majelis Hakim. Sementara itu, Hakim Ketua menyampaikan terdapat pula hal meringankan yang dipertimbangkan sebelum mengenakan hukuman, yaitu Heru belum pernah dihukum.

"Berdasarkan hal memberatkan dan meringankan yang ada pada diri terdakwa, Majelis berpendapat bahwa hukuman atau pemidanaan yang dijatuhkan atas diri terdakwa kiranya sudah memenuhi rasa keadilan," ucap Hakim Ketua.

Putusan tersebut lebih ringan dari tuntutan jaksa, yakni 12 tahun penjara serta pidana denda sebesar Rp750 juta subsider pidana kurungan selama 6 bulan. Dalam kasus itu, Heru bersama dua hakim nonaktif PN Surabaya lainnya, Erintuah Damanik dan Mangapul, didakwa menerima suap berupa hadiah atau janji sebesar Rp4,67 miliar.

Secara perinci, suap yang diduga diterima oleh tiga hakim meliputi sebanyak Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura atau Rp3,67 miliar (kurs Rp11.900). Selain suap, ketiga hakim juga diduga menerima gratifikasi berupa uang dalam bentuk rupiah dan berbagai mata uang asing, yakni dolar Singapura, ringgit Malaysia, yen Jepang, euro, serta riyal Saudi.

Dengan demikian, perbuatan para terdakwa diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12 huruf c atau Pasal 6 ayat (2) atau Pasal 5 ayat (2) dan Pasal 12 B juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Adapun dua hakim lainnya, yakni Erintuah dan Mangapul sudah dijatuhkan vonis dalam sidang sebelumnya, yakni dengan pidana penjara selama 7 tahun dan denda Rp500 juta subsider pidana kurungan selama 3 bulan.

Tolak JC
Selain itu,Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta menolak pengajuan status saksi pelaku yang bekerja sama dengan penegak hukum dalam menuntaskan perkara (justice collaborator/JC) oleh dua hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Erintuah Damanik dan Mangapul.

Hakim Ketua Teguh Santoso mengatakan, penolakan tersebut mengingat jaksa penuntut umum (JPU) dalam tuntutannya menuntut Erintuah bersama-sama dengan Mangapul dan hakim nonaktif PN Surabaya lainnya, Heru Hanindyo, telah menerima pemberian atau janji berupa uang tunai sebesar Rp1 miliar dan 308 ribu dolar Singapura.

"JPU dalam tuntutannya tidak menyatakan bahwa terdakwa Erintuah telah memberikan keterangan dan bukti-bukti yang sangat signifikan," ujar Hakim Ketua.

Dengan demikian, Majelis Hakim berpendapat penyidik dan/atau penuntut umum, sudah dapat mengungkap tindak pidana korupsi secara efektif. Termasuk mengungkap pelaku-pelaku lainnya yang memiliki peran yang lebih besar dan/atau mengembalikan berbagai aset hasil tindak pidana tersebut.

Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Bagus Kusuma Wardhana meminta Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta menolak pleidoi atau nota keberatan tiga hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Ketiga hakim dimaksud, yakni Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo.

"Apabila nota keberatan para terdakwa ditolak, kami meminta Majelis Hakim untuk mengabulkan tuntutan kami terhadap para terdakwa," ucap JPU dalam sidang pembacaan replik atau tanggapan terhadap pleidoi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat (2/5).

JPU mengatakan, Erintuah dan Mangapul, pada dasarnya dalam pembelaan memang telah mengakui perbuatannya, yakni menerima uang dari ibunda Ronald Tannur, Meirizka Widjaja Tannur dan penasihat hukum hukum Ronald Tannur, Lisa Rachmat, yang juga dibagi kepada Heru.

Namun, kedua terdakwa dinilai tidak melaporkan penerimaan uang itu kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagaimana dakwaan penuntut umum dan fakta persidangan.

Sementara terhadap replik Heru, JPU menjelaskan, terdapat beberapa pembelaan yang kontradiktif, salah satunya mengenai pernyataan tentang Erintuah yang telah berinisiatif untuk bertemu dengan Lisa tanpa sepengetahuan Heru dan Mangapul. Heru juga disebutkan sempat merasa kesal karena namanya sudah dibawa-bawa dan dijual untuk kepentingan pribadi Erintuah.

"Padahal di sisi lain dalam persidangan, terdakwa Heru sempat berdalih tidak pernah menerima dan bahkan tidak mengetahui sama sekali terkait dengan penerimaan uang dari Lisa," tutur JPU.

Dengan demikian, JPU meminta ketiga terdakwa agar dinyatakan bersalah menurut hukum telah melakukan tindak pidana korupsi berupa suap dan gratifikasi.

 

Baca Juga
Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
faisal_rachman
faisal_rachman
Penulis
No biography available.
Topik Terkait