JAKARTA - Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI Jakarta kini mempunyai layanan gratis telekonsultasi kesehatan jiwa yang ditangani langsung psikolog klinis. Layanan ini tersedia selama 24 jam. Pelaksana tugas (Plt. Kepala Seksi Kesehatan Usia Produktif dan Lanjut Usia, Kesehatan Jiwa Dinas Kesehatan DKI Jakarta Bonnie Medana Pahlavie mengatakan, layanan ini dihadirkan mengingat adanya keterbatasan pelayanan di puskesmas dan RSUD.
"60% dari fasilitas kesehatan milik Pemprov DKI Jakarta itu memiliki psikolog klinisnya. Tetapi layanan ini di puskesmas dan RSUD memiliki keterbatasan misalnya jadwal antrean dan tak bisa diakses oleh seluruh warga Jakarta tanpa datang ke faskesnya," ujar dia di Jakarta, Rabu (16/4).
Bonnie dalam acara bertema "Teman Curhat Warga Jakarta Melalui Layanan Telekonsultasi Kesehatan Jiwa" yang diadakan Pemprov DKI, menyampaikan, layanan dapat diakses melalui aplikasi JAKI.
Dalam aplikasi, pengguna masuk ke kategori kesehatan kemudian pilih layanan telekonsultasi. Nantinya, sebuah nomor telepon dihadirkan untuk dapat dihubungi pengguna.
"(Penelepon) akan diterima langsung dengan psikolog klinis yang sedang bertugas saat itu," ujar Bonnie.
Sebelum memulai konsultasi, psikolog akan melakukan pendataan dan penilaian terlebih dulu. Karena itu, Bonnie menyarankan penelepon menyiapkan data diri. Setelahnya, penelepon akan ditanyai sejumlah hal terkait kondisi jiwanya.
"Pertanyaan tidak banyak-banyak, cuma penilaian saja. Jadi jangan kaget pada saat menelepon, akan ada pertanyaan penilaian dan juga dimintakan untuk identitas penelepon," kata dia.
Untuk diketahui, hadirnya layanan telekonsultasi kesehatan jiwa ini juga dilatarbelakangi angka prevalensi gangguan mental emosional (GME) pada orang berusia di atas 15 tahun di DKI Jakarta yakni sebanyak 2,3%. Hal ini merujuk data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) tahun 2023.
Kemudian, sebanyak 4,9% orang berusia di atas 15 tahun yang mengalami gangguan jiwa berat dan terdapat 0,44% orang berusia di atas 15 tahun yang berpikir mengakhiri hidup.
Adanya tekanan hidup DKI Jakarta yang cukup tinggi, adanya polusi juga, kita juga tidak bisa memungkiri adanya gaya hidu[ yang cukup tinggi dan kompetitif serta stigma sosial masyarakat juga.
Menurut Bonnie, tekanan hidup di DKI Jakarta, polusi udara, gaya hidup kompetitif, stigma sosial berkontribusi pada angka prevalensi gangguan kesehatan jiwa. Selain itu, dinamika kompleks, termasuk kebijakan pemerintah juga turut memiliki andil pada munculnya masalah kesehatan jiwa.
"Karena itu, Dinas Kesehatan DKI Jakarta menghadirkan layanan telekonsultasi kesehatan jiwa sehingga layanan tersebut lebih terjangkau untuk warga Jakarta dan prosesnya pun lebih cepat, mudah dan terjangkau," kata Bonnie.
Luka Psikologis
Asal tahu saja, telekonsultasi kesehatan jiwa yang dikembangkan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta memiliki fitur utama yang menjadi andalan yakni di bidang pertolongan pertama luka psikologis (P3LP).
"Serupa dengan pertolongan pertama pada kecelakaan, tapi ini adalah lebih kepada luka psikologis," ujar Bonnie
Fitur lainnya yang juga dihadirkan dalam layanan yakni telekonsultasi dengan psikolog klinis selama 24 jam dan penilaian kesehatan jiwa mandiri.
"Silahkan diisi saja kuesionernya, 29 pertanyaan. Nanti akan keluar rekomendasi dari hasil yang diberikan. Selain itu, ada media komunikasi, edukasi, dan informasi misalnya dibutuhkan mindfulness program, musik-musik healing, meditasi, itu juga disediakan di layanan telekonsultasi ini," jelas Bonnie.
Ke depan, layanan telekonsultasi kesehatan jiwa yang nomor teleponnya bisa diakses melalui aplikasi JAKI, akan menghadirkan peta lokasi psikolog klinis yang berpraktik di Jakarta. Kemudian, layanan psikofarmaka dan layanan terhadap kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) serta kekerasan terhadap perempuan dan anak (KtPA).
Hadirnya layanan telekonsultasi kesehatan jiwa diharapkan dapat lebih banyak menjangkau warga Jakarta. Ini mengingat adanya keterbatasan pelayanan kesehatan jiwa dari 44 puskesmas dan 31 RSUD milik Pemprov DKI.
"Layanan kesehatan jiwa di puskesmas dan RSUD memiliki keterbatasan mulai dari mengambil jadwal antrean, dan juga layanan yang bisa diakses oleh seluruh warga Jakarta tanpa datang ke faskesnya. Makanya kami hadirkan layanan telekonsultasi kesehatan jiwa," tuturnya.
Perlu Diklasifikasi
Sebelumnya, Direktur Rumah Sakit Khusus Daerah (RSKD) Duren Sawit dr. Nikensari Koesrindartia, MARS menjelaskan gangguan kesehatan mental atau kegawatdaruratan psikiatri perlu diklasifikasi agar penanganannya cepat dan tepat.
Sebab, dia menjelaskan, kondisi gangguan jiwa tak hanya ditandai dengan perilaku-perilaku yang tampak, melainkan juga dengan kondisi-kondisi yang tidak tampak. Misalnya, rasa gelisah atau ide untuk melakukan bunuh diri.
"Kita klasifikasikan menjadi lima," kata Niken.
Klasifikasi itu adalah pertama, agitasi atau gelisah akut. Kedua, kondisi depresi berat ditandai dengan menarik diri. Ketiga, ide atau percobaan bunuh diri atau melukai diri. Keempat, putus obat atau adiksi obat. Terakhir adalah KDRT pada perempuan dan anak.
"Kalau ini lebih spesifik karena yang punya masalah kejiwaan korban dan pelaku," ucapnya.
Dia mengatakan, seseorang tidak bisa langsung mengklaim dirinya mengalami gangguan jiwa jika belum melakukan pemeriksaan dengan ahli. Sebab, kata Niken, untuk mendiagnosis gangguan jiwa pada diri seseorang, perlu dilakukan asesmen (penilaian) dengan ahli. Misalnya psikolog atau psikiater.
Untuk itu, sebagai upaya mempermudah masyarakat mengakses bantuan kesehatan jiwa, RSKD Duren Sawit menginisiasi aplikasi JakJiwa.
Pihaknya melakukan upaya dalam memberikan layanan kegawatdaruratan psikiatri menjadi terkelola dengan baik. "Kami manfaatkan semua sumber daya kami untuk memberikan layanan yang terbaik untuk masyarakat DKI Jakarta," ujar Niken.
Niken menjelaskan, pihaknya juga berkolaborasi dengan berbagai pihak untuk menanggulangi kegawatdaruratan psikis di Jakarta. Misalnya dengan Pusat Krisis dan Kegawatdaruratan Kesehatan Daerah (PK3D), dokter Puskesmas yang berjaga di IGD, bahkan hingga Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD).
"Karena kita nggak bisa sendiri. Makanya kita kolaborasi, berangkat dari keterbatasan sumber daya RSKD Duren Sawit untuk bisa membantu merespon kebutuhan tata laksana terhadap gawat darurat psikiatri,” kata Niken.
Harapannya, dengan kemudahan ini akan semakin banyak masyarakat khususnya yang mengalami kegawatdaruratan psikiatri, dapat mendapatkan pelayanan yang baik di Jakarta.