JAKARTA - Presiden RI Prabowo Subianto menyatakan komitmennya membangun 1 juta unit rumah susun dengan harga terjangkau, dalam tahun pertama pemerintahannya. Kepala Negara, di hadapan Perdana Menteri Singapura Lawrence Wong dan jajaran pejabat tinggi kedua negara menyebut, komitmen itu terinspirasi dari kesuksesan kebijakan perumahan rakyat di Singapura yang menjadi salah satu contoh praktik terbaik di kawasan.
"Saya bangga menyampaikan, saya mendapat laporan bahwa tahun ini kami akan membangun satu juta unit rumah susun terjangkau," kata Presiden Prabowo dalam pidato kenegaraannya di Parliament House, diikuti dalam jaringan Sekretariat Presiden di Jakarta, Senin (16/6).
Dalam kesempatan itu, Presiden Prabowo menyampaikan rasa kagum dirinya atas keberhasilan Singapura dalam mewujudkan perumahan bagi warganya.
“Saya selalu mengagumi keberhasilan Singapura, khususnya dalam hal perumahan bagi seluruh warganya. Dalam kehidupan nyata, kita diperbolehkan meniru praktik terbaik. Ini yang saya sebut copy with pride,” ujarnya.
Prabowo menegaskan, Indonesia akan melanjutkan inisiatif pembangunan hunian terjangkau yang telah dirintis oleh Presiden Ke-6 RI Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Ke-7 RI Joko Widodo, dengan skala yang lebih masif dan percepatan pembangunan.
“Saya bangga menyampaikan bahwa saya mendapat laporan, tahun ini kami akan membangun 1 juta unit rumah susun terjangkau,” ucapnya.
Pemerintah Indonesia sendiri sudah menggandeng investor dari Qatar dan Uni Emirat Arab (UEA) untuk mengatasi krisis backlog perumahan nasional. Di antaranya dengan rencana pembangunan 1 juta unit rumah susun di Jakarta, khususnya di lahan eks kompleks DPR Kalibata, Jakarta Selatan.
Rencana ini difokuskan bagi generasi milenial dan Gen Z yang kesulitan memiliki atau menyewa rumah di ibu kota akibat tingginya harga properti.
Sebelumnya, Utusan Khusus Presiden Bidang Iklim dan Energi, Hashim S. Djojohadikusumo menyatakan, proyek ini adalah bagian dari upaya mengurangi ketimpangan hunian yang memaksa generasi muda tinggal di daerah penyangga seperti Serang dan Purwakarta.
Sebagai bagian dari target pembangunan 3 juta rumah, pemerintah juga menyiapkan lahan-lahan strategis lain, seperti 30 hektare di Kemayoran milik Setneg dan 41 hektare di bawah Kementerian Pertahanan.
Hak Dasar
Sekadar mengingatkan, isu hunian atau tempat tinggal merupakan salah satu isu yang paling krusial karena memiliki hunian atau tempat tinggal adalah hak mendasar bagi semua warga negara. Namun, saat ini masih ada tantangan backlog kepemilikan perumahan sebesar 9,9 juta rumah yang masih menjadi persoalan yang harus segera diatasi.
Selain backlog, tantangan lainnya yang dihadapi sektor perumahan adalah, keterbatasan lahan dan pola pikir atau mindset masyarakat Indonesia yang masih cenderung berorientasi pada rumah tapak dibandingkan hunian vertikal.
Kecenderungan preferensi demand terhadap rumah tapak membuat pengembang juga tidak memiliki pilihan lain selain mengikuti kemauan pasar dengan membuat rumah tapak. Akibatnya ketersediaan lahan menjadi sangat terbatas, terutama di wilayah perkotaan lantaran pembangunan rumah tapak membutuhkan bidang lahan yang lebih luas dan banyak dibandingkan hunian vertikal.
Tantangan-tantangan inilah yang berupaya diurai oleh pemerintah melalui International Conference on Infrastructure atau ICI 2025. Forum ini tidak hanya mencari solusi bersama dari berbagai pakar domestik maupun internasional, tetapi sekaligus juga menarik investasi dalam proyek-proyek pembangunan hunian bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Salah satu solusi yang dibahas dalam ICI 2025 adalah Social housing atau perumahan sosial yang merupakan perumahan yang diselenggarakan oleh pemerintah atau lembaga nirlaba dalam rangka membantu pemenuhan kebutuhan hunian bagi MBR.
Ide dari social housing itu adalah pemanfaatan lahan di tengah kota. Implementasi ide ini, negara menggunakan tanah yang segera bisa diakses untuk membangun hunian vertikal seperti tanah milik negara, tanah milik BUMN, tanah milik pemerintah daerah, tanah-tanah yang perlu dikonsolidasi, kawasan kumuh, pinggir sungai, pinggir pantai, dan sebagainya.
Social housing sendiri sudah jamak dipraktikkan oleh berbagai negara, karena dengan social housing, pemerintah memiliki kontrol atas harga tanah untuk pembangunan rumah rakyat.
Penyelenggaraan ICI 2025 di Jakarta untuk pertama kalinya merupakan salah satu upaya pemerintah untuk menarik pendanaan investasi dari sektor swasta baik domestik maupun internasional.
Tidak tanggung-tanggung, pemerintah menawarkan 46 proyek infrastruktur dengan total senilai Rp200 triliun. 24 proyek di antaranya merupakan proyek pembangunan hunian, didominasi oleh hunian vertikal TOD.
Salah satu proyek pembangunan hunian vertikal yang ditawarkan oleh pemerintah adalah proyek pembangunan hunian di Kecamatan Karawaci, Kabupaten Tangerang, Banten.
Lahan proyek seluas 37.779 meter persegi yang merupakan lahan negara dan berlokasi sangat strategis karena lokasinya berdekatan dengan kampus, rumah sakit dan sebagainya.
Rencananya di atas lahan tersebut akan dibangun hunian vertikal sebanyak 14 tower dengan total 3.136 unit. Hunian vertikal ini dibangun untuk masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) dan non-MBR. Total nilai investasi proyek tersebut sebesar US$78,76 juta.
Dengan dibarengi upaya pemerintah untuk menarik pendanaan investasi, penyelenggaraan ICI 2025 oleh pemerintah perlahan-lahan bisa mengurai dan membuka tantangan-tantangan yang selama ini membelenggu sektor perumahan di Indonesia, mulai dari soal lahan, material konstruksi, hingga arah pembangunan hunian vertikal berkonsep TOD.