JAKARTA - Wakil Menteri Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir mendorong penguatan solidaritas dan perdagangan di antara negara-negara berpendapatan menengah, dalam pertemuan Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Berpendapatan Menengah di Manila, Filipina, Selasa (29/4).
"Di tengah situasi global yang penuh fragmentasi, negara-negara berpenghasilan menengah (Middle-Income Countries/MICs) tidak boleh terombang-ambing, melainkan harus menjadi pilot penentu arah masa depan dunia yang lebih adil, inklusif, dan berkelanjutan," kata Arrmanatha dalam pertemuan tersebut, menurut keterangan Kemlu RI yang diterima di Jakarta, Rabu (30/4).
Dalam pernyataannya, Wamenlu RI menyoroti situasi dunia yang tengah berubah, diwarnai persaingan kekuatan besar yang semakin intensif, meningkatnya proteksionisme dan perang dagang, serta pelemahan dan upaya beberapa pihak untuk membubarkan sistem multilateral.
"Jika kita gagal menghentikan kemerosotan ini, lebih dari 100 negara berpenghasilan menengah, yang mencakup 75% dari populasi global, akan terperangkap dalam middle-income trap," ujar dia.
Dia menyerukan tiga langkah strategis bagi MICs. Pertama dengan membangun platform kolaborasi konkret melalui Kerja Sama Selatan-Selatan, penyelarasan kebijakan pembangunan, dan memperluas akses pembiayaan global. Kedua adalah mendorong reformasi sistem multilateral untuk mencerminkan realitas dan aspirasi negara-negara berkembang masa kini.
Ketiga adalah meningkatkan perdagangan intra-negara berpendapatan menengah sebagai kekuatan kolektif, mengingat negara-negara tersebut kini menyumbang lebih dari 57 % terhadap produk domestik bruto (PDB) global.
Arrmanatha juga memaparkan capaian pembangunan Indonesia yang tetap mampu bertahan di tengah dinamika global. Capaian tersebut dihasilkan melalui komitmen Indonesia untuk melakukan kebijakan reformasi struktural mendalam, pengelolaan fiskal, dan integrasi prinsip pembangunan berkelanjutan (SDGs) ke dalam kebijakan nasional.
Di sela-sela pertemuan, Wamenlu RI juga melakukan pertemuan bilateral dan diskusi dengan sejumlah delegasi, antara lain dengan Filipina, Namibia, dan tim UN Development Coordination Office (DCO) Asia Pasifik. Pertemuan tersebut membahas penguatan kerja sama strategis bilateral dan perkembangan situasi geopolitik terkini.
Sekadar informasi, Konferensi Tingkat Tinggi Negara-negara Berpendapatan Menengah dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Filipina Enrique Manalo dan dihadiri 16 negara serta sejumlah organisasi PBB, serta sejumlah pemangku kepentingan di bidang pembangunan global.
Dalam pertemuan tersebut dilakukan serah terima Keketuaan Like-Minded Group on Middle Income Countries dari Maroko kepada Filipina. Konferensi tingkat tinggi tersebut menjadi bersejarah karena pertama kalinya diadakan di kawasan Asia Pasifik.
Keterlibatan aktif Indonesia di konferensi itu telah mempertegas peran strategis Indonesia sebagai pemimpin negara berkembang dan sebagai pendorong utama perubahan dalam sistem global.
Penduduk Miskin
Asal tahu saja, Bank Dunia atau World Bank baru-baru ini memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia mencapai 172 juta jiwa pada 2024 atau 60,3% dari total jumlah penduduk Indonesia sebanyak 285,1 juta berdasarkan Susenas 2024 Badan Pusat Statistik (BPS). Persentase penduduk miskin tersebut menjadi yang tertinggi kedua di antara negara-negara ASEAN.
Angka kemiskinan tersebut dihitung sesuai standar ambang batas kemiskinan negara berpendapatan menengah-atas (upper middle income country), karena Indonesia telah masuk kategori upper-middle income country sejak 2023.
Bank Dunia menggunakan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas adalah pengeluaran US$ 6,85 per kapita per hari (atau sekitar Rp115.422 per hari dengan asumsi kurs saat ini). Artinya, orang Indonesia yang memiliki pengeluaran per harinya di bawah Rp115 ribu termasuk miskin.
Di sisi lain, Bank Dunia memberikan estimasi angka penduduk miskin di Indonesia hanya mencapai 15,6% pada 2024, apabila dihitung berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke bawah (lower middle-income country). Angka ini setara 44,4 juta penduduk.
Sebagai informasi, Bank Dunia sendiri sudah mengategorikan Indonesia sebagai negara berpendapatan menengah-atas pada 2023, setelah mencapai gross national income (GNI) atau pendapatan nasional bruto sebesar US$ 4.580 per kapita. Bank Dunia sendiri mengklasifikasikan sebuah negara sebagai negara berpendapatan menengah-atas apabila memiliki GNI di kisaran US$ 4.466 hingga US$ 13.845 per kapita.
“Dengan permintaan yang berkelanjutan, tingkat kemiskinan, yang diukur pada garis lower middle income country, diproyeksikan turun menjadi 11,5% pada 2027,” ungkap dokumen laporan Macro Poverty Outlook April 2025.
Berdasarkan ambang batas garis kemiskinan negara berpendapatan menengah ke atas, Bank Dunia memproyeksikan jumlah penduduk miskin di Indonesia akan turun, yakni menjadi 58,7% pada 2025. Lalu 57,2% pada 2026 dan 55,5% pada 2027.
Kedua Di ASEAN
Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di Asia Tenggara (ASEAN), persentase penduduk miskin Indonesia merupakan yang tertinggi kedua, di bawah Laos dengan 68,9% dari total populasi 7,8 juta penduduk atau sebanyak 5,37 juta orang.
Sementara itu, menyusul di belakang keduanya adalah Filipina dengan persentase penduduk miskin sebesar 50,6% atau setara 58,59 juta dari total populasi 115,8 juta penduduk. Selanjutnya, jumlah masyarakat miskin Vietnam tercatat sebanyak 18,2% atau setara 18,38 juta dari total populasi 101 juta penduduk.
Selanjutnya, persentase penduduk miskin Thailand mencapai 7,1% atau setara 5,1 juta dari total populasi 71,9 juta orang. Sementara itu, persentase penduduk miskin di Malaysia hanya sebesar 1,3 % atau setara 462.800 orang dari total populasi 35,6 juta orang.
Sebagai catatan, Bank Dunia tidak memiliki data kemiskinan di Kamboja dan Myanmar.
Sedangkan jika dibandingkan dengan negara di luar ASEAN seperti China, angka kemiskinan Indonesia juga masih terpaut jauh. Dalam laporan yang sama, persentase penduduk miskin di Negeri Tirai Bambu tercatat sebesar 11,9% atau setara 166,6 juta penduduk dari total populasi 1,4 miliar penduduk.
Badan Pusat Statistik (BPS) sendiri mencatat, terdapat 24,06 juta penduduk miskin di Indonesia atau setara 8,57% dari total populasi per September 2024. Dalam catatan BPS, angka tersebut turun turun 1,16 juta orang (0,46%) jika dibandingkan dengan 25,22 juta penduduk miskin (9,03%) per Maret 2024.
“Secara umum, sejak Pandemi 2020, persentase dan jumlah penduduk miskin terus mengalami penurunan dan pada September 2024 jumlah penduduk miskin di Indonesia 24,06 juta,” ujar Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti beberapa waktu lalu.
BPS mencatat persentase kemiskinan September 2024 sebesar 8,57% menjadi capaian terendah di Indonesia sejak pertama kali angka kemiskinan diumumkan oleh BPS pada 1960. Menurut BPS, garis kemiskinan September 2024 adalah sebesar Rp 595.242 per kapita per bulan. Angka tersebut naik 2,21% dari garis kemiskinan pada Maret 2024 sebesar 583.932 per kapita per bulan.