JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan, Indonesia kembali meraih surplus perdagangan pada Maret 2025 sebesar US$4,43 miliar atau Rp72,78 triliun (kurs Rp16.809). Catatan ini menjadikan surplus pada bulan ini merupakan keuntungan ke-59 kali sejak Mei 2020.
"Neraca perdagangan Indonesia telah mencatatkan surplus selama 59 bulan berturut-turut sejak Mei 2020," kata Kepala BPS Amalia Adininggar Widyasanti di Jakarta, Senin (21/4).
Dijelaskan dia, pada periode ini nilai ekspor Indonesia mencapai US$23,25 miliar atau Rp390,643 triliun. Angka tersebut mengalami kenaikan secara bulanan (month to month) dan tahunan (year on year) masing-masing 5,95% dan 3,16%.
Sementara untuk nilai impor Maret 2025 mencapai US$18,92 miliar atau Rp317,94 triliun, dengan kenaikan secara bulanan maupun secara tahunan, masing-masing sebesar 0,38% dan 5,34%.
Amalia menjelaskan, terdapat 10 komoditas yang memberikan kontribusi besar dalam peningkatan ekspor Indonesia, yakni lemak dan minyak hewani, bahan bakar mineral, besi dan baja, mesin dan perlengkapan elektrik, serta kendaraan dan bagiannya.
Selanjutnya, nikel dan barang daripadanya, berbagai produk kimia, alas kaki, bijih logam, terak dan abu, serta mesin dan peralatan mekanis. Adapun nilai ekspor secara keseluruhan dari 10 golongan tersebut mencapai US$13,89 miliar atau Rp233,42 triliun.
Lebih lanjut, Amalia menyampaikan, tiga negara penyumbang surplus neraca dagang Indonesia pada Maret 2025 yakni Amerika Serikat (AS), dengan keuntungan perdagangan mencapai US$1,98 miliar atau Rp33,2 triliun. Kemudian, India US$1,04 miliar atau Rp17,47 triliun, serta Filipina US$714,1 juta atau Rp11,98 triliun.
Sedangkan negara dengan volume impor lebih banyak daripada ekspor atau defisit perdagangan, yakni China sebesar US$1,11 miliar atau Rp18,7 triliun, Australia US$353,2 juta atau Rp5,93 triliun, serta Thailand US$195,4 juta atau Rp3,2 triliun.
Ketahanan Eksternal
Sementara itu, Bank Indonesia (BI) memandang, surplus neraca perdagangan Indonesia pada Maret 2025 positif untuk menopang ketahanan eksternal perekonomian Indonesia lebih lanjut.
“Ke depan, Bank Indonesia terus memperkuat sinergi kebijakan dengan Pemerintah dan otoritas lain guna meningkatkan ketahanan eksternal dan mendukung pertumbuhan ekonomi nasional yang berkelanjutan,” kata Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso di Jakarta, Senin.
Lebih lanjut, surplus neraca perdagangan yang lebih tinggi ini terutama bersumber dari surplus neraca perdagangan nonmigas yang meningkat.
Neraca perdagangan nonmigas pada Maret 2025 mencatat surplus sebesar US$6 miliar, seiring dengan ekspor nonmigas yang meningkat menjadi sebesar US$21,80 miliar.
Kinerja positif ekspor nonmigas tersebut didukung oleh ekspor komoditas berbasis sumber daya alam seperti bijih logam, terak, dan abu, serta nikel dan barang daripadanya. Kemudian, ekspor produk manufaktur seperti besi dan baja, serta mesin dan perlengkapan elektrik serta bagiannya.
Berdasarkan negara tujuan, ekspor nonmigas ke Tiongkok, Amerika Serikat, dan India tetap menjadi kontributor utama ekspor Indonesia. Adapun defisit neraca perdagangan migas tercatat menurun menjadi sebesar US$1,67 miliar pada Maret 2025, sejalan dengan peningkatan impor migas yang lebih rendah dibandingkan dengan peningkatan ekspor migas.