Search

Logo Light

Keluar dari Periskop?

Sign Out Cancel

IEU-CEPA Segera Jadi Jalur Baru Ekspor Indonesia ke Eropa

JAKARTA - Berjalan alot setelah hampir satu dekade, Indonesia dan Uni Eropa akhirnya menyepakati langkah konkret penyelesaian Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif Indonesia - Uni Eropa atau Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA).

Lawatan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto ke Brussel, Belgia, pada 6 Juni lalu menjadi momentum penting yang menandai percepatan proses finalisasi kesepakatan tersebut.

Mengutip Antara, Senin (16/6) dalam pertemuan dengan European Union Commissioner for Trade and Economic Security Maroš Šefčovič, kedua belah pihak menyepakati penyelesaian draf hukum IEU CEPA yang kini sudah mencapai 90%.

Pemerintah Indonesia menargetkan dokumen legal bisa rampung pada September 2025, dengan implementasi penuh pada kuartal I 2027, setelah proses ratifikasi dari 27 negara anggota Uni Eropa tuntas.

IEU-CEPA membuka peluang besar bagi ekspor Indonesia. Pemerintah memperkirakan peningkatan ekspor nasional hingga 50% dalam tiga tahun setelah implementasi penuh perjanjian.

Airlangga menyebut peningkatan ini dapat menyetarakan kinerja ekspor Indonesia dengan negara-negara tetangga seperti Vietnam dan Malaysia, yang lebih dulu menandatangani perjanjian dagang serupa dengan Uni Eropa.

Manfaat langsung IEU-CEPA yang paling signifikan adalah pembebasan tarif bea masuk bagi 80% produk ekspor Indonesia ke pasar Uni Eropa. Komoditas seperti tekstil, ikan, alas kaki, otomotif, hingga minyak kelapa sawit (CPO) yang sebelumnya dikenai tarif 8-12% kini akan masuk ke pasar Eropa dengan tarif nyaris nol.

Di samping itu, salah satu titik krusial dalam negosiasi IEU-CEPA adalah penerimaan Uni Eropa atas ekspor minyak kelapa sawit asal Indonesia. Ini menjadi penting karena produk sawit Indonesia sempat berada dalam daftar pengecualian Uni Eropa akibat isu lingkungan, namun kini telah dimasukkan dalam cakupan IEU-CEPA dengan pembagian antara produk sawit yang aman untuk dikonsumsi (food grade) dan produk sebagai bahan bakar (fuel).

Hal ini dinilai sebagai terobosan strategis untuk membuka kembali akses pasar sawit Indonesia yang selama ini tertahan regulasi ketat Eropa.

Sektor otomotif juga menjadi sorotan. Pemerintah berambisi menciptakan level playing field agar kendaraan buatan dalam negeri, termasuk kendaraan listrik, dapat bersaing di pasar Eropa.

“Saya juga minta mereka (pengusaha otomotif), ya otomotif untuk kita relaksasi perindustrian,” ungkap Airlangga, menekankan perlunya insentif dan relaksasi bagi sektor ini agar siap bersaing.

Sembari menunggu finalisasi IEU-CEPA, dirinya mengimbau para pelaku usaha di Indonesia untuk menghubungi para konsumen maupun kolega mereka di Eropa untuk bersiap apabila skema kemitraan ini diterapkan nantinya.

Kerja sama IEU-CEPA bukan hanya soal ekspor, tapi juga soal menciptakan ekosistem perdagangan dan investasi yang lebih sehat. Perjanjian ini mencakup lebih dari sekadar penghapusan tarif, melainkan ada penguatan dalam bidang hak kekayaan intelektual, penghapusan hambatan teknis perdagangan (technical barriers to trade), standar sanitasi dan fitosanitasi (SPS), hingga fasilitasi perdagangan digital dan ekonomi berkelanjutan.

Setidaknya terdapat 24 elemen yang dibahas dalam perjanjian IEU-CEPA, yang mencakup:
1. Perdagangan Barang
2. Perdagangan Jasa
3. Investasi
4. Hambatan Teknis terhadap Perdagangan (TBT)
5. Standar Sanitasi dan Fitosanitasi (SPS)
6. Hak atas Kekayaan Intelektual (HKI)
7. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM)
8. Upaya Perlindungan Perdagangan (Trade Remedies)
9. Bea Cukai dan Fasilitasi Perdagangan
10. Aturan Asal Barang (Rules of Origin)
11. Praktik Regulasi yang Baik (Good Regulatory Practices)
12. Transparansi
13. Perdagangan Digital
14. Perdagangan dan Pertumbuhan Berkelanjutan
15. Persaingan Usaha
16. Energi dan Bahan Baku
17. Pengadaan Pemerintah
18. Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan Kapasitas
19. Sistem Pangan Berkelanjutan
20. Penyelesaian Sengketa
21. Ketentuan Awal dan Definisi Umum
22. Ketentuan Kelembagaan
23. Ketentuan Penutup
24. Pengecualian

Tak kalah penting, IEU-CEPA membuka peluang investasi asing langsung (FDI) yang lebih besar dari Eropa. Tahun 2023, Uni Eropa menempati posisi ke-8 sebagai penyumbang investasi terbesar ke Indonesia, dengan nilai mencapai US$2,33 miliar. Namun, angka ini anjlok 52,4% pada 2024 yang hanya menghasilkan nilai US$1,1 miliar.

Dengan adanya kepastian hukum dan akses pasar yang lebih terbuka, diharapkan IEU-CEPA mampu memperbaiki realisasi investasi tersebut dalam beberapa tahun ke depan.

Pekerjaan rumah menanti
Di tengah ketidakpastian global akibat konflik geopolitik dan ancaman proteksionisme seperti tarif resiprokal dari Amerika Serikat di bawah kepemimpinan Presiden Donald Trump, IEU-CEPA menjadi langkah strategis yang tepat. Dengan menjalin hubungan dagang lebih erat dengan Eropa, Indonesia tidak hanya memperluas pasar ekspornya, tetapi juga menciptakan stabilitas ekonomi domestik.

Tren neraca perdagangan dengan Uni Eropa menunjukkan sinyal positif. Tahun 2024, Indonesia mencatat surplus perdagangan sebesar US$4,5 miliar, meningkat signifikan dari US$2,5 miliar di tahun sebelumnya. Total nilai perdagangan kedua pihak juga mencapai US$30,1 miliar, menjadikan Uni Eropa mitra dagang kelima terbesar bagi Indonesia.

Struktur perdagangan yang saling melengkapi turut memperkuat hubungan ini. Indonesia mengekspor produk primer dan manufaktur, sedangkan Uni Eropa menyuplai barang modal seperti mesin, kendaraan, dan obat-obatan. Kombinasi ini menciptakan hubungan ekonomi yang tidak saling mematikan, tetapi justru saling menguntungkan.

Kendati demikian, jalan menuju implementasi penuh IEU-CEPA masih panjang. Proses ratifikasi di 27 negara Uni Eropa bisa memakan waktu hingga satu tahun atau lebih karena harus melalui prosedur legislatif domestik yang rumit.

Dokumen IEU-CEPA juga harus diterjemahkan dan ditelaah oleh masing-masing 27 negara anggota Uni Eropa, yang berarti proses ini sangat bergantung pada kesiapan politik dan administratif masing-masing negara anggota.

Di satu sisi, industri domestik Indonesia juga masih mempunyai pekerjaan rumah yang harus diselesaikan. Dalam waktu yang tersisa, industri nasional harus mampu mempersiapkan diri. Membuka komunikasi dengan mitra dagang di Eropa, peningkatan standar kualitas produk, serta penguatan daya saing menjadi kunci agar pelaku usaha bisa benar-benar memanfaatkan peluang ini.

IEU-CEPA bukan sekadar perjanjian, melainkan jendela peluang menuju penguatan industri dalam negeri. Jika dimanfaatkan optimal, Indonesia tidak hanya akan memperluas pasar, tetapi juga memperkuat posisi dalam peta perdagangan global.

Baca Juga
Ikuti Periskop Di
Reporter : Joko Priyono
Penulis : Tiamo Braudmen
Editor : Eka Budiman
rendi_widodo
rendi_widodo
Penulis
No biography available.