JAKARTA - Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sepakat untuk melanjutkan perundingan tarif dalam tiga minggu ke depan, guna memastikan hasil yang terbaik bagi kedua belah pihak.
"Kita sudah memiliki pemahaman yang sama dengan AS terkait progres perundingan. Ke depan, kita akan terus berupaya menuntaskan negosiasi ini dengan prinsip saling menguntungkan,” ujar Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis (10/7).
Airlangga, yang juga ditunjuk sebagai delegasi Pemerintah Indonesia itu, melaksanakan pertemuan dengan Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick dan Kepala Kantor Perwakilan Dagang (United States Trade Representative/USTR) Jamieson Greer di Washington D.C, AS.
"Pertemuan ini menjadi langkah penting dalam upaya memperkuat kerja sama perdagangan antara Indonesia dan AS," kata Airlangga.
Delegasi Indonesia menjadi salah satu negara pertama yang diterima oleh Pemerintah AS untuk membahas kelanjutan kesepakatan tarif. Hal ini menyusul pengumuman Presiden AS Donald Trump untuk mengenakan tarif 32% terhadap Indonesia pada 7 Juli 2025.
Adanya kesepakatan untuk melanjutkan perundingan tarif, menurut Airlangga, mencerminkan kuatnya komitmen kedua negara untuk menjaga stabilitas hubungan dagang.
Dalam pertemuan itu, Airlangga mengatakan menyampaikan apresiasi atas proses negosiasi yang selama ini berjalan konstruktif dengan pihak AS.
Perundingan mencakup isu-isu tarif, hambatan non-tarif, ekonomi digital, keamanan ekonomi, serta kerja sama komersial dan investasi.
Indonesia dan AS juga melihat potensi besar untuk memperluas kerja sama di sektor strategis seperti mineral kritis.
“AS menunjukkan ketertarikan yang kuat untuk memperkuat kemitraan di bidang mineral kritis. Indonesia memiliki cadangan besar nikel, tembaga, dan kobalt, dan kita perlu mengoptimalkan potensi kerja sama pengolahan mineral kritis tersebut,” ujarnya.
Turut mendampingi Airlangga dalam kesempatan tersebut di antaranya Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono. Kemudian, Deputi Bidang Koordinasi Kerja Sama Ekonomi dan Investasi Edi Prio Pambudi, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Ekonomi Digital Ali Murtopo, serta Asisten Deputi Kerja Sama Ekonomi Bilateral Irwan Sinaga.
Peluang Terbuka
Sebelumnya, Juru Bicara Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Haryo Limanseto menilai, peluang keberhasilan negosiasi tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS) sejauh ini masih terbuka.
Sebab menurutnya, Pemerintah Indonesia melalui tim negosiasi telah menyampaikan semua dokumen yang dibutuhkan. Bahkan, Haryo mengatakan proposal negosiasi yang diajukan Pemerintah sempat mendapatkan pujian dari Pemerintah AS serta menjadi contoh bagi negara-negara lainnya.
"Namun keputusan tetap ada pada Presiden utama (Donald Trump) ya. Nah, jadi kita ingin menunjukkan sekali lagi dan kita belum menganggap ini selesai, dan karena surat mereka juga menyampaikan bahwa penerapan tarif masih Agustus," kata Haryo dalam media briefing di Jakarta, Rabu.
Sebagaimana diketahui, Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan tetap mengenakan tarif impor 32% kepada Indonesia. Besaran ini tidak berubah dari nilai tarif resiprokal yang diumumkan sebelumnya pada April lalu, meski proses negosiasi dengan pihak Indonesia terus berlangsung intensif.
Menanggapi hal ini, Haryo menjelaskan, selama proses negosiasi, AS perlu mempertimbangkan posisi Indonesia sebagai negara dengan sumber daya alam yang melimpah. Hal ini menjadikan Indonesia penting sebagai mitra dagang strategis.
Menurutnya, sejauh ini Indonesia juga sudah memenuhi semua permintaan AS, termasuk meminimalisir defisit yang dialami AS melalui kesepakatan dagang antarperusahaan (business to business) hingga investasi.
"Kita tidak berhenti di sini, kita tetap akan bernegosiasi, akan merespons dengan baik, dan kita akan sampaikan bahwa pertimbangan-pertimbangan Indonesia adalah negara yang strategis, yang perlu mendapatkan prioritas juga dari pemerintah Amerika Serikat," ujar Haryo.
Merundingkan Kesepakatan
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah berulang kali mengklaim, setiap negara ingin merundingkan kesepakatan dagang dengan pemerintahannya. Namun, selama jeda 90 hari atas tarif yang luas, AS hanya berhasil menyelesaikan perjanjian dengan tiga negara.
Pada 2 April, Trump mengumumkan serangkaian tarif timbal balik yang luas, menargetkan negara-negara yang memiliki surplus perdagangan signifikan dengan AS.
Tarif tersebut berkisar dari 10% hingga setinggi 50%, memicu kekhawatiran akan perang dagang global dan menyebabkan gejolak di pasar keuangan. Untuk meredakan ketegangan, Gedung Putih mengumumkan jeda 90 hari terhadap implementasi tarif bagi negara-negara yang tidak melakukan pembalasan.
Namun, kebuntuan dengan China meningkat, dengan AS memberlakukan tarif tambahan sehingga total tarif atas barang-barang China mencapai 145%. Beijing membalas dengan tindakan serupa. Trump menyatakan bahwa ia bisa mencapai “90 kesepakatan dalam 90 hari,” namun hasilnya jauh dari ambisi tersebut.
Pada 7 Mei, Trump mengumumkan kesepakatan dengan apa yang ia sebut sebagai “negara yang dihormati,” yang kemudian mengungkap, Inggris menjadi negara pertama yang menandatangani kesepakatan dagang besar dengan AS."
Dalam kesepakatan tersebut, AS menurunkan tarif mobil Inggris menjadi 10% untuk maksimal 100.000 unit kendaraan. Kuota baja dan aluminium juga dimasukkan, tergantung pada persyaratan tertentu. Namun tarif dasar sebesar 10% tetap diberlakukan.
Sebagai imbalannya, Inggris setuju untuk membeli lebih banyak daging sapi dan etanol dari Amerika. Perang dagang antara AS dan China mereda setelah negosiasi di Jenewa pada Mei, seiring kedua negara sepakat sementara untuk menurunkan tarif timbal balik.
AS menurunkan tarif atas barang-barang China dari 145% menjadi 30% selama 90 hari, sementara China memangkas tarif dari 125% menjadi 10%. Perundingan lanjutan di London pada Juni menetapkan kerangka kerja untuk implementasi kesepakatan Jenewa tersebut.
Trump memberi sinyal, kesepakatan signifikan juga dapat tercapai dengan India pada akhir bulan lalu, dan pada saat yang sama, kesepakatan AS-China meredakan kekhawatiran resesi, memberi peningkatan minat investor untuk mengambil risiko di pasar.
Pada awal Juli, Trump mengumumkan kesepakatan ketiga dengan Vietnam. Berdasarkan kesepakatan itu, Vietnam setuju untuk mengenakan tarif 20% atas ekspornya, sementara produk-produk yang transit melalui Vietnam dari negara lain akan dikenai tarif sebesar 40%.Sebagai imbalannya, produk AS akan memasuki pasar Vietnam hampir tanpa bea masuk. Vietnam sebelumnya mendapat tarif timbal balik sebesar 46% yang diberlakukan sejak 2 April.