JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencermati adanha ruang penurunan suku bunga acuan (BI-Rate) lebih lanjut. Hal ini terungkap usai bank sentral melakukan pemangkasan sebesar 25 basis point(bps) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI bulan Juli ini.
“Ke depan, Bank Indonesia akan mencermati ruang penurunan suku bunga lebih lanjut,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo saat menjawab pertanyaan media dalam konferensi pers hasil RDG BI bulan Juli 2025 di Jakarta, Rabu (16/7).
Perry mengatakan,ruang penurunan BI-Rate akan mempertimbangkan faktor-faktor seperti prakiraan inflasi yang semakin rendah pada 2025 dan 2026. Lalu, rupiah yang stabil dan terus perlunya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Mengenai timing dan besarnya (berapa bps penurunan BI-Rate), tentu saja akan kami sesuaikan dengan dinamika perekonomian global dan domestik,” kata dia.
Pada RDG bulan ini, bank sentral memutuskan untuk memangkas BI-Rate sebesar 25 bps sehingga berada pada level 5,25%. Selain itu, suku bunga deposit facility dan suku bunga lending facility juga dipangkas sebesar 25 bps masing-masing menjadi 4,50 dan 6,00%.
“Dasar penurunan BI-Rate (bulan Juli 2025) yaitu perkiraan inflasi dua tahun ke depan yang makin rendah dalam sasaran. Bahkan perkiraan inflasi inti ke depan akan tetap berada di bawah titik tengah sasaran 2,5%,” kata Perry.
Selain dari sisi inflasi yang rendah, ia menambahkan, keputusan pemangkasan BI-Rate juga sejalan dengan terjaganya stabilitas nilai tukar rupiah, serta perlunya untuk terus mendorong pertumbuhan ekonomi.
“Kita bersama-sama, baik Bank Indonesia, pemerintah, maupun perbankan dan dunia usaha, mari kita terus dorong pertumbuhan ekonomi kita untuk negara kita dan juga untuk peningkatan kesejahteraan rakyat,” kata Perry.
Sebagai informasi, dengan adanya pelonggaran kebijakan moneter terbaru bulan ini, maka Bank Indonesia telah memangkas BI-Rate sebanyak tiga kali sejak awal tahun. Pemangkasan BI-Rate masing-masing sebesar 25 bps yang terjadi pada Januari, Mei, dan Juli 2025 sehingga kini berada pada level 5,25%.
Kesepakatan Tarif
Sebelumnya, Kepala Ekonom Trimegah Sekuritas Indonesia Fakhrul Fulvian memandang sudah saatnya suku bunga acuan atau BI-Rate turun, usai adanya kesepakatan tarif antara Indonesia dan Amerika Serikat (AS). Dengan inflasi Juni 2025 hanya sebesar 1,87% year on year (yoy) dan rupiah yang cenderung menguat, maka ruang penurunan BI-Rate menjadi semakin besar.
"Setelah kita mendapatkan kesepakatan perang dagang, sudah saatnya juga kebijakan moneter lebih longgar," kata Fakhrul dalam keterangannya di Jakarta, Rabu.
Lebih lanjut, Fakhrul memandang bahwa pemangkasan BI-Rate sudah harus dilaksanakan mengingat adanya pergeseran urgensi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Di samping itu, negara tetangga seperti India dan Malaysia juga telah menurunkan suku bunga.
Untuk memperkuat rupiah, ia memandang perlunya ekspektasi perbaikan ekonomi melalui dorongan moneter dan fiskal. Apabila BI-Rate dipangkas dan belanja pemerintah meningkat, maka arus modal akan kembali dan memperkuat rupiah.
Fakhrul memperkirakan rupiah bisa menguat hingga ke level Rp15.500 per dolar AS pada tahun ini. Selanjutnya, IHSG diperkirakan bisa mencapai level 7.750 pada akhir tahun ini seiring dengan kesepakatan tarif dagang, penurunan BI-Rate, serta perbaikan ekonomi pada paruh kedua tahun 2025. Menurut proyeksi Trimegah, sektor yang terkait metal dan konsumer akan unggulan pada paruh kedua tahun ini.
Sementara Chief Economist BSI Banjaran Surya Indrastomo menilai, momentum yang tepat untuk penurunan BI-Rate yakni pada September mendatang, ketika belanja pemerintah mulai mengalir dan mendorong perekonomian.
“Saat pelaku usaha mulai bergairah lagi menangkap peluang, demand ke depan muncul dari kebutuhan pembiayaan modal kerja,” kata Banjaran.